• About Us
  • Privacy Policy
  • Contact
  • Home
  • Nasional
  • Internasional
  • Hukum
  • Keislaman
  • Opini
  • Tekno
  • Pendidikan
  • Olah Raga
Tidak ada hasil
Lihat semua hasil
newsky.id
Tidak ada hasil
Lihat semua hasil
  • Nasional
  • Tekno
  • Internasional
  • Pendidikan
  • Keislaman
Beranda Opini

PBNU: Refleksi Kepemimpinan KH. Miftahul Akhyar dan Gus Yahya

Kang Dins oleh Kang Dins
29 Mei 2025
dalam Opini
0
0
BAGIKAN
13
DILIHAT
Share on FacebookShare on Twitter

Pengurus PBNU hasil muktamar ke-34 yang diselenggarakan di Lampung pada 22-23 Desember 2021 akan berakhir pada tanggal 12 Januari 2027. Biasanya PBNU menggelar muktamar sebelum berakhirnya titimangsa tersebut. Dengan demikian kemungkinan muktamar ke-35 diselenggarakan pada Desember 2026.

Related Posts

RSUD Milik Pemprov Banten Bertambah: Nama Dua Tokoh Banten Diabadikan

ATHG Terhadap Ideologi Pancasila: Kini dan Nanti

Kiprah KH Imaduddin Utsman al-Bantani Dalam Menyuarakan Reformasi Pemahaman Keislaman

Prof Dr KH Ahmad Zahro: Demi Allah Ba ‘Alwi Bukan Cucu Nabi

Paket KH. Miftahul Akhyar dan Gus Yahya dalam Kontestasi Muktamar ke-35

Paket Rais Aam KH. Miftahul Akhyar dan Ketua Umum KH. Yahya Cholil Staquf (Gus Yahya) menurut beberapa sumber, bisa jadi tidak akan bersama lagi. Hal tersebut dinilai dari beberapa perspektif di antaranya terkait dinamika internal PBNU yang berlangsung selama kurang lebih empat tahun ke belakang, terutama terkait dengan visi politik ke-NU-an yang diisukan berbeda antara KH. Miftah dan Gus Yahya.

Gus Yahya dinilai ingin mendudukan NU betul-betul focus terhadap perjuangan keumatan dan menjaga jarak dengan hiruk pikuk politik praktis dan menjaga hubungan seimbang dengan semua partai politik. Besarnya jumlah warga NU secara kwantitatif dinilai Gus Yahya tidak adil jika NU menempatkan posisinya sebagai bagian dari kontestasi politik praktis. Kesan di tengah masyarakat bahwa Partai PKB yang selama ini dikenal sebagai wadah politik warga NU, menurut Gus Yahya , harus ditinjau ulang. Menurutnya, warga NU yang mencapai 53% dari penduduk muslim Indonesia secara factual tidak hanya memilih PKB. Angka terbesar yang dapat diraih PKB selama ini hanya dapat mencapai 13% dari seluruh penduduk Indonesia, sisanya warga NU terbagi ke beberapa Partai Politik lain.

Sikap KH. Miftahul Akhyar sebenarnya juga tidak bisa dikatakan berbeda penuh dengan Gus Yahya, pasalnya, informasi tentang itu sulit didapatkan. Pidato-pidato KH. Miftah selama menjabat sebagai Rais Aam tidak mencerminkan sikapnya terhadap ide besar Gus Yahya tantang politik ke-NU-an itu. Berbeda dengan Gus Yahya yang sering menyatakan ide tersebut dalam berbagai kesempatan pertemuan konsolidasi kader NU, KH. Miftah dalam setiap pidato lebih mengarah kepada hal-hal konvensional yang terkait dengan faham keagamaan tradisional. Desas desus perbedaan tentang formulasi sikap politik ke-NU-an antar keduanya lebih didapatkan dari sikap-sikap KH. Miftah selain dari yang nampak di permukaan. Akhirnya warga NU bertanya apakah sikap politik Gus Yahya itu merupakan sikap pribadi atau sikap organisasi secara formal.

Jika masalah pokok di atas dapat dikompromikan antar keduanya, kemungkinan keduanya bisa kembali duduk bersama dalam satu paket di muktamar ke-35 mendatang terbuka lebar. Jika tidak, maka beberapa opsi paket di antara banyaknya resources tokoh yang dimiliki NU hari ini akan membuat kontetstasi dan konstalasi muktamar ke-35 lebih dinamis. Sosok Gus Ipul yang hari ini menjadi Sekjen PBNU dan menjabat menteri dan Nusron Wahid yang juga menjabat menteri berpeluang berpasangan dengan paket KH. Miftah. Sementara Gus Yahya harus mencari figure progressif lain yang sejalan dengan visinya selama ini.

Hubungan NU, PKB dan pemerintah

Sikap politik Gus Yahya yang merangkul semua partai politik dan menjaga jarak dengan PKB, menjadikan PBNU tidak mempunyai daya tawar politik di hadapan pemerintahan Presiden Prabowo. PBNU nyaris tidak mempunyai kekuatan yang mewakilinya di parlemen. PKB yang kelahirannya dibidani PBNU akhirnya mengatasnamakan diri secara langsung sebagai penyambung lidah warga nahdliyyin tanpa harus sowan kepada PBNU. Sementara partai-partai lain yang walaupun pemilihnya banyak warga NU tidak merasa punya hutang terhadap PBNU karena poltik transaksional di level akar rumput memungkinkan politisi manapun untuk hanya bertransaksi sebatas electoral semata bukan janji-janji keberfihakan terhadap kepentingan makro warga nahdliiyyin.

Dipilihnya Prof. Nazaruddin Umar sebagai Menteri Agama dinilai bukan atasnama perwakilan PBNU, tetapi lebih karena hubungan subjektif Presiden Prabowo dengan Nazaruddin sebelumnya. Nazaruddin walaupun memang masuk dalam struktur NU, tetapi kurang mempunyai akar ke-NU-an dilihat dari beberapa aspek khas ke-NU-an yaitu basis historis, geografis maupun pendidikan kepesantrenan. Acara-acara hari besar di istana yang tidak melibatkan PBNU menjadi indicator sikap Prabowo terhadap PBNU. Beberapa kali kesempatan acara keagamaan di istana malah melibatkan Ustad Adi Hidayat (UAH) yang mempresentasikan unsur Muhammadiyah.

Jika Gus Yahya kembali dalam satu paket dengan KH. Miftah, maka dengan asumsi KH. Miftah tidak sehaluan dalam visi politik ke-NU-an ala Gus Yahya, tentu memerlukan kompromi yang serius antar keduanya. Gus Yahya harus memendam visinya menjadikan NU sebagai organisasi besar, modern dan independen, yang menjaga jarak dengan politik praktis dan menjalin hubungan yang seimbang dan sederajat dengan semua partai politik, atau kemudian Gus Yahya berhasil membujuk KH. Miftah untuk berjalan satu haluan dengan segala resiko di atas.

KH. Miftahul Akhyar dan Gus Yahya Kaitannya dengan Akar Rumput Nahdliyyin

Selain tentang sikap NU dalam politik praktis, Gus Yahya juga selama lima tahun ini lebih menitik-beratkan terhadap konsolidasi organisasi. Ia sangat menjaga jarak dengan isu-isu yang akrab di akar rumput warga NU. Sehingga sikap tersebut juga membawa dampak terhadap kurang popularnya Gus Yahya di kalangan akar rumput.

KH. Said Aqil Siraj, sebagai contoh, adalah Ketua Umum PBNU yang sangat popular di akar rumput karena kerap turun berceramah ke tengah warga NU dengan membawakan tema perlawanan terhadap faham Wahabi, anti radikalisme, kerukunan umat beragama dan nilai-nilai kebangsaan. Sementara Gus Yahya dinilai lebih hanya berpidato di kalangan pengurus NU, hampir tidak ada acara non formal nahdiyyin yang diikuti oleh Gus Yahya yang diundang sebagai sosok seorang kiai yang berceramah dengan dalil-dalil penguat tradisi keagamaan ke-NU-an kaitannya dengan serangan dan kritik faham keagamaan lain yang diametral.

Lain dengan GusYahya, KH. Miftah malah belunder dengan masuk ke arena perdebatan yang kaitannya dengan kepentingan nahdliyyin namun dinilai kurang memahami kepentingan nahdliyyin akar rumput.

Yang demikian itu, kemudian membuka celah kekosongan figur PBNU di tengah masyarakat akan sosok pembela warga NU dari serangan-serangan faham keagamaan lain secara epistemologis dan kepentingan nahdliyyin secara ontologis dan aksiologis. KH. Zulva Mustofa yang juga mewakili PBNU sering diundang di akar rumput tetapi narasi yang dibawa dinilai kompromistis dengan isu yang dihadapi warga NU kultural. Kemudian warga NU mencari sosok figur kultural yang berani tegas secara diametral untuk menyuarakan kepentingan warga nahdliyyin itu.

Sikap Gus Yahya yang focus kepada konsolidasi internal organisasi, dan jarang turun ke akar rumput kemudian membuat informasi program-program PBNU tersendat hanya kepada pengurus PW dan PC ditambah MWC. Walaupun kemungkinan besar diteruskan oleh pengurus-pengurus di setiap tingkatan kepada warganya masing-masing tetapi tenaga informasi itu melemah karena tidak langsung disampaikan pengurus PBNU kepada mereka.

Sikap Ideal Rois Aam dan Ketum PBNU Hasil Muktamar ke-35 Mendatang

Menurut penulis, sikap politik ke-NU-an Gus Yahya adalah sikap politik visioner yang futuristic. Ia adalah sebuah formula ideal yang harus dicapai NU di masa depan dalam rangka menata hubungan yang adil antara NU dan Negara untuk mencapai tujuan bersama dan saling menghormati. Sikap politik itu akan bisa menjadi media dalam mentransformasikan nilai-nilai luhur ke-NU-an secara luas seperti toleransi, kemanusiaan dan lain-lain dalam kehidupan berbangsa dan bernegara di satu sisi dan tercapainya tujuan bernegara di sisi lainnya.

Visi ideal semacam itu harus didukung oleh ekosistem politik yang juga sepadan yang hari ini belum menjadi realitas kebangsaan kita. Politik transaksional dengan hitung-hitungan untung rugi masih menjadi kenyataan politik Indonesia. Kesadaran semacam itu memerlukan waktu tertentu dan persiapan yang memadai. Edukasi politik perlu dilakukan, baik untuk para politisi maupun masyarakat secara luas.

Posisi NU hubungannya dengan Negara harus dilihat dari kepentingan tujuan Negara secara ideal dan kepentingan pemerintah secara kondisional. Posisi PBNU -kurang lebih empat tahun ke belakang, khususnya ketika dilantiknya Presiden Prabowo- dinilai kurang strategis dalam sikap politik yang menguntungkan kepentingan pemerintah Prabowo-Gibran, bukan karena tidak adanya statemen dukungan dari PBNU untuk pemerintah, tetapi lebih karena sikap PBNU terhadap PKB dimana dukungan PKB dibutuhkan pemerintah dalam konteks kepentingan parlemen.

Dukungan informal PBNU kepada pemerintah Prabowo tentu signifikan, ia akan menguatkan posisi politik Presiden Prabowo-Gibran, tetapi ancaman situasi politik di parlemen tentu juga menjadi pertimbangan, sementara PBNU tidak mempunyai wakil di parlemen. Jika hubungan PBNU dengan PKB harmonis tentu keduanya akan bisa saling menguatkan, tetapi realitas itu hari ini dinilai tidak tampak.

PBNU mendatang harus mempunyai data dan kajian akan kepentingan nahdliyyin akar rumput, sehingga PBNU tidak dinilai mengabaikan kepentingan itu. Program besar organisasi baik level nasional maupun internasional yang dilaksanakan PBNU dinilai akar rumput sebagai sesuatu yang ironis bahkan naïf ketika kepentingan pragmatis mereka seakan diabaikan.
Sekian.

Penulis: Imaduddin Utsman Al-Bantani

TerkaitArtikel

Opini

RSUD Milik Pemprov Banten Bertambah: Nama Dua Tokoh Banten Diabadikan

oleh Kang Dins
26 Mei 2025
0

Oleh: H. Akhmad Jajuli Untuk meningkatkan derajat kesehatan warga masyarakat Provinsi Banten telah diresmikan Rumah Sakit Pertama milik Pemerintah Provinsi...

Baca lebihDetails

ATHG Terhadap Ideologi Pancasila: Kini dan Nanti

18 Mei 2025

Kiprah KH Imaduddin Utsman al-Bantani Dalam Menyuarakan Reformasi Pemahaman Keislaman

9 Mei 2025

Prof Dr KH Ahmad Zahro: Demi Allah Ba ‘Alwi Bukan Cucu Nabi

10 April 2025

Runtuhnya Marwah Habaib Ba ‘Alawi

7 April 2025

Polemik Nasab Habaib Ba’alawi: Kebenaran Ilmiah Vs Otoritatif

6 April 2025

Terbaru

Lain-lain

Sejumlah Pihak Tolak Kehadiran Rizieq Shihab di Kemang, Dukung Penuh Acara Haul

oleh Kang Dins
16 Juni 2025
0

Kemang, Bogor - Rencana kehadiran Habib Rizieq Shihab dalam acara Haul KH. Ahmad Hasyim pada 22 Juni 2025 di Desa...

Baca lebihDetails

Sejumlah Pihak Tolak Kehadiran Rizieq Shihab di Kemang, Dukung Penuh Acara Haul

Riwayat Singkat KH. Markawi Sidayu, Muharrik NU Tiga Zaman

Pencipta Shalawat Asyghil Bukan Habib Ahmad bin Umar al-Hinduan Ba’alwi

Maklumat Kiai Abbas Ketua Umum PWILS

Pak JK: Masjid Harus Menjadi Pusat Pembangunan Umat untuk Masa Depan yang Lebih Baik

KH Ibnu Baliran Puji Semangat Kebersamaan di Pelantikan DMI Banten 2025

Prev Next

BeritaPopuler

Dilaporkan, Gus Fuad Banjir Dukungan Pribumi Nusantara

oleh Kang Dins
30 Maret 2025
0

Panitia Haul Syekh Nawawi Al-Bantani ke-132: Tepis Isu Miring Didanai PIK 2

oleh Kang Dins
24 April 2025
0

Rizieq Shihab Dilaporkan Ke Polres Banyuwangi

oleh Kang Dins
14 April 2025
0

newsky.id

Copyright © 2025

Navigasi

  • Nasional
  • Tekno
  • Internasional
  • Pendidikan
  • Keislaman

Ikuti Kami

Tidak ada hasil
Lihat semua hasil
  • Home
  • Nasional
  • Internasional
  • Hukum
  • Keislaman
  • Opini
  • Tekno
  • Pendidikan
  • Olah Raga

Copyright © 2025